ANDA PERLU BUKU SENI DAN BUDAYA, hubungi 0857-2994-6859 atau http://www.facebook.com/buku.rupa

31 Desember 2010

Arya Damar


Arya Damar adalah nama seorang pemimpin legendaris yang berkuasa di Palembang pada pertengahan abad ke-14 sebagai bawahan Kerajaan Majapahit. Ia disebut juga dengan nama Ario Damar atau Ario Abdilah.
Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali sebagai penguasa bawahan di Palembang yang membantu Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343. Dikisahkan, Arya Damar memimpin 15.000 prajurit menyerang Bali dari arah utara, sedangkan Gajah Mada menyerang dari selatan
dengan jumlah prajurit yang sama.
Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai utara Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri.
Arya Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangan di Ularan. Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya.
Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan.
Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan. Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong, dan Arya Belog. Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang.
Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.
Sejarawan Prof. Berg menganggap Arya Damar identik dengan Adityawarman, yaitu penguasa Pulau Sumatra bawahan Majapahit. Nama Adityawarman ditemukan dalam beberapa prasasti yang berangka tahun 1343 dan 1347 sehingga jelas kalau ia hidup sezaman dengan Arya Damar.
Menurut Berg, Arya Damar adalah penguasa Sumatra, Adityawarman juga penguasa Sumatra. Karena keduanya hidup pada zaman yang sama, maka cukup masuk akal apabila kedua tokoh ini dianggap identik. Di samping itu, karena Adityawarman adalah putra Dara Jingga, maka Arya Damar dan adik-adiknya juga dianggap sebagai anak-anak putri Melayu tersebut.
Namun demikian, daerah yang dipimpin Adityawarman bukan Palembang, melainkan Pagaruyung, sedangkan kedua negeri tersebut terletak berjauhan. Palembang sekarang masuk wilayah Sumatra Selatan, sedangkan Pagaruyung berada di Sumatra Barat.
Sementara itu, berita Cina dari Dinasti Ming (1368-1644) menyebutkan bahwa di Pulau Sumatra terdapat tiga kerajaan dan semuanya adalah bawahan Pulau Jawa (Majapahit). Tiga kerajaan tersebut adalah Palembang, Dharmasraya, dan Pagaruyung.
Dengan demikian, Arya Damar bukan satu-satunya raja di Pulau Sumatra, begitu pula dengan Adityawarman. Oleh karena itu, Arya Damar tidak harus identik dengan Adityawarman.
Jadi, meskipun Arya Damar dan Adityawarman hidup pada zaman yang sama, serta memiliki jabatan yang sama pula, namun keduanya belum tentu identik. Arya Damar adalah raja Palembang sedangkan Adityawarman adalah raja Pagaruyung. Keduanya merupakan wakil Kerajaan Majapahit di Pulau Sumatra.
Arya Damar adalah pahlawan legendaris sehingga nama besarnya selalu diingat oleh masyarakat Jawa. Dalam naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi, tokoh Arya Damar disebut sebagai ayah tiri Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak.
Dikisahkan ada seorang raksasa wanita ingin menjadi istri Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad). Ia pun mengubah wujud menjadi gadis cantik bernama Endang Sasmintapura, dan segera ditemukan oleh patih Majapahit (yang juga bernama Gajah Mada) di dalam pasar kota. Sasmintapura pun dipersembahkan kepada Brawijaya untuk dijadikan istri.
Namun, ketika sedang mengandung, Sasmintapura kembali ke wujud raksasa karena makan daging mentah. Ia pun diusir oleh Brawijaya sehingga melahirkan bayinya di tengah hutan. Putra sulung Brawijaya itu diberi nama Jaka Dilah.
Setelah dewasa Jaka Dilah mengabdi ke Majapahit. Ketika Brawijaya ingin berburu, Jaka Dilah pun mendatangkan semua binatang hutan di halaman istana. Brawijaya sangat gembira melihatnya dan akhirnya sudi mengakui Jaka Dilah sebagai putranya.
Jaka Dilah kemudian diangkat sebagai bupati Palembang bergelar Arya Damar. Sementara itu Brawijaya telah menceraikan seorang selirnya yang berdarah Cina karena permaisurinya yang bernama Ratu Dwarawati (putri Campa) merasa cemburu. Putri Cina itu diserahkan kepada Arya Damar untuk dijadikan istri.
Arya Damar membawa putri Cina ke Palembang. Wanita itu melahirkan putra Brawijaya yang diberi nama Raden Patah. Kemudian dari pernikahan dengan Arya Damar, lahir Raden Kusen. Dengan demikian terciptalah suatu silsilah yang rumit antara Arya Damar, Raden Patah, dan Raden Kusen.
Setelah dewasa, Raden Patah dan Raden Kusen meninggalkan Palembang menuju Jawa. Raden Patah akhirnya menjadi raja pertama Kesultanan Demak, dengan bergelar Panembahan Jimbun.
Kisah hidup Raden Patah juga tercatat dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang. Dalam naskah itu, Raden Patah disebut dengan nama Jin Bun, sedangkan ayah tirinya bukan bernama Arya Damar, melainkan bernama Swan Liong.
Swan Liong adalah putra raja Majapahit bernama Yang-wi-si-sa yang lahir dari seorang selir Cina. Mungkin Yang-wi-si-sa sama dengan Hyang Wisesa atau mungkin Hyang Purwawisesa. Kedua nama ini ditemukan dalam naskah Pararaton.
Swan Liong bekerja sebagai kepala pabrik bahan peledak di Semarang. Pada tahun 1443 ia diangkat menjadi kapten Cina di Palembang oleh Gan Eng Cu, kapten Cina di Jawa.
Swan Liong di Palembang memiliki asisten bernama Bong Swi Hoo. Pada tahun 1445 Bong Swi Hoo pindah ke Jawa dan menjadi menantu Gan Eng Cu. Pada tahun 1451 Bong Swi Hoo mendirikan pusat perguruan agama Islam di Surabaya, dan ia pun terkenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Swan Liong di Palembang memiliki istri seorang bekas selir Kung-ta-bu-mi raja Majapahit. Mungkin Kung-ta-bu-mi adalah ejaan Cina untuk Bhre Kertabhumi. Dari wanita itu lahir dua orang putra bernama Jin Bun dan Kin San.
Pada tahun 1474 Jin Bun dan Kin San pindah ke Jawa untuk berguru kepada Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Tahun berikutnya, Jin Bun mendirikan kota Demak sedangkan Kin San mengabdi kepada Kung-ta-bu-mi di Majapahit.
Tidak diketahui dengan pasti sumber mana yang digunakan oleh pengarang kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong di atas. Kemungkinan besar si pengarang pernah membaca Pararaton sehingga nama-nama raja Majapahit yang ia sebutkan mirip dengan nama-nama raja dalam naskah dari Bali tersebut. Misalnya, si pengarang kronik tidak menggunakan nama Brawijaya yang lazim digunakan dalam naskah-naskah babad.
Jika dibandingkan dengan Babad Tanah Jawi, isi naskah kronik Cina Sam Po Kong terkesan lebih masuk akal. Misalnya, ibu Arya Damar adalah seorang raksasa, sedangkan ibu Swan Liong adalah manusia biasa. Ayah Arya Damar sama dengan ayah Raden Patah, sedangkan ayah Swan Liong dan Jin Bun berbeda.
Lain lagi dengan naskah dari Jawa Barat, misalnya Hikayat Hasanuddin atau Sejarah Banten. Naskah-naskah tersebut menggabungkan nama Arya Damar dengan Jaka Dilah menjadi Arya Dilah, yang juga menjabat sebagai bupati Palembang. Selain itu, nama Arya Dilah juga diduga berasal dari nama Arya Abdilah.
Dikisahkan ada seorang perdana menteri dari Munggul bernama Cek Ko Po yang mengabdi ke Majapahit. Putranya yang bernama Cu Cu berhasil memadamkan pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Raja Majapahit sangat gembira dan mengangkat Cu Cu sebagai bupati Demak, bergelar Molana Arya Sumangsang.
Dengan demikian, Arya Sumangsang berhasil menjadi pemimpin Demak setelah mengalahkan Arya Dilah. Kisah dari Jawa Barat ini cukup unik karena pada umumnya, raja Demak disebut sebagai anak tiri bupati Palembang.
Sementara itu, berita tentang pemberontakan Palembang ternyata benar-benar terjadi. Kronik Cina dari Dinasti Ming mencatat bahwa pada tahun 1377 tentara Majapahit berhasil menumpas pemberontakan Palembang.
Rupanya pengarang naskah di atas pernah mendengar berita pemberontakan Palembang terhadap Majapahit. Namun ia tidak mengetahui secara pasti bagaimana peristiwa itu terjadi. Pemberontakan Palembang dan berdirinya Demak dikisahkannya sebagai satu rangkaian, padahal sesungguhnya, kedua peristiwa tersebut berselang lebih dari 100 tahun.
Naskah-naskah di atas menunjukkan adanya hubungan antara pendiri Kesultanan Demak dengan penguasa Palembang. Teori yang paling populer adalah yang bersumber dari Babad Tanah Jawi (atau naskah lainnya yang sejenis), yaitu Raden Patah disebut sebagai anak tiri Arya Damar.
Sementara itu catatan Portugis berjudul Suma Oriental menyebut raja Demak sebagai keturunan masyarakat kelas rendah dari Gresik. Naskah ini ditulis sekitar tahun 1513 sehingga kebenarannya relatif lebih meyakinkan dari pada Babad Tanah Jawi.
Babad Tanah Jawi sendiri disusun pada abad ke-18, yaitu berselang ratusan tahun sejak kematian Raden Patah. Melalui naskah itu, si penulis berusaha menunjukkan kalau Demak adalah pewaris sah dari Majapahit. Raden Patah pun disebutnya sebagai putra kandung Brawijaya.
Mungkin penyusun Babad Tanah Jawi juga pernah mendengar adanya hubungan antara Demak dengan Palembang. Maka, Raden Patah pun dikisahkan sebagai anak tiri bupati Palembang. Karena nama bupati Palembang yang paling legendaris adalah Arya Damar, maka tokoh ini pun “dipilih” sebagai nama ayah tiri sekaligus kakak Raden Patah.
Dalam hal ini penyusun Babad Tanah Jawi tidak menyadari kalau Arya Damar dan Raden Patah hidup pada zaman yang berbeda. Arya Damar merupakan pahlawan penakluk Bali pada tahun 1343, sedangkan Raden Patah menjadi raja Demak sekitar tahun 1500–an.


Kepustakaan
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
C.C. Berg. 1985. Penulisan Sejarah Jawa. (terj.). Jakarta: Bhratara
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Grafiti
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
*Sumber diolah dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Arya_Damar"

2 komentar:

Anonim mengatakan...

NASAB RADEN FATAH

Dari jalur ayah, nasab Raden fatah adalah :
1. Nabi Muhammad SAW
2. Fatimah Azzahra
3. Husein Asshibti
4. Ali Zaenal Abidin
5. Muhammad Al Baqir
6. Jakfar Asshodiq
7. Ali Al Uraidhi
8. Muhammad An Naqib
9. Isa Arrumi
10. Ahmad Al Muhajir
11. Ubaidhilah
12. Alwi Al Awwal
13. Muhammad Shohibus Souma’ah
14. Alwi Atsani
15. Ali Kholi’ Qosam
16. Muhammad Shohib Mirbath
17. Alwi Ammil Faqih
18. Abdul Mali Azmatkhan
19. Abdullah Azmatkhan
20. Sultan Syah Ahmad Jalaluddin
21. Husein Jamaludin/Syekh Jumadhil Kubro
22. Ali Nurul Alam/Maulana Malik Israil/Sultan Qonbul/Arya Patih Gajah Mada
23. Abdullah Umdatuddin/Sultan Champa/Maulana Hud
24. Raden Hasan/Raden Fattah/Sultan Demak 1

Sedangkan nasab dari ibunda Raden Fattah adalah :
1. Nabi Muhammad SAW
2. Fatimah Azzahra
3. Husein Asshibti
4. Ali Zaenal Abidin
5. Muhammad Al Baqir
6. Jakfar Asshodiq
7. Ali Al Uraidhi
8. Muhammad An Naqib
9. Isa Arrumi
10. Ahmad Al Muhajir
11. Ubaidhilah
12. Alwi Al Awwal
13. Muhammad Shohibus Souma’ah
14. Alwi Atsani
15. Ali Kholi’ Qosam
16. Muhammad Shohib Mirbath
17. Alwi Ammil Faqih
18. Abdul Mali Azmatkhan
19. Abdullah Azmatkhan
20. Sultan Syah Ahmad Jalaluddin
21. Husein Jamaludin/Syekh Jumadhil Kubro
22. Ibrahim Zaenuddin Al Akbar As Samarkand/Ibrahim Asmorokondi
23. Syarifah Zaenab/Thobiroh/Putri Champa >> melahirkan Raden Fattah

Ayah Raden Fattah bukanlah Brawijaya V atau Bhre Kertabumi Raja Majapahit terakhir dari Dinasti Raden Wijaya. Sebagian mengatakan bahwa orangtua yang dianggap selama ini sebagai ayah kandung Raden Fattah adalah Brawijaya IV atau Kertajaya, dan ini yang lebih mendekati fakta, bahwa yang dimaksud oleh banyak orang selama ini adalah Kertajaya itu bukan Kertabumi, dan dialah yang seharusnya dinyatakan sebagai ayah “kandung” Raden Fattah. Raden Fattah sendiri bila dibandingkan dengan Kertabumi atau Brawijaya 5 ternyata hampir seumuran usianya. Namun kenyataannya sampai saat ini ternyata Bre Kertabumi atau Brawijaya 5 inilah yang selama ini dipercaya masyarakat Jawa sebagai ayah Raden Fattah dan ini juga terdapat di dalam beberapa Babad seperti Babad Tanah Jawi Galuh Mataram.

Anonim mengatakan...

Ayah Raden Fattah bukanlah Brawijaya V atau Bhre Kertabumi Raja Majapahit terakhir dari Dinasti Raden Wijaya. Sebagian mengatakan bahwa orangtua yang dianggap selama ini sebagai ayah kandung Raden Fattah adalah Brawijaya IV atau Kertajaya, dan ini yang lebih mendekati fakta, bahwa yang dimaksud oleh banyak orang selama ini adalah Kertajaya itu bukan Kertabumi, dan dialah yang seharusnya dinyatakan sebagai ayah “kandung” Raden Fattah. Raden Fattah sendiri bila dibandingkan dengan Kertabumi atau Brawijaya 5 ternyata hampir seumuran usianya. Namun kenyataannya sampai saat ini ternyata Bre Kertabumi atau Brawijaya 5 inilah yang selama ini dipercaya masyarakat Jawa sebagai ayah Raden Fattah dan ini juga terdapat di dalam beberapa Babad seperti Babad Tanah Jawi Galuh Mataram.

Ayah Raden Fatah yang bernama Abdullah Umdatuddin sendiri adalah Raja Champa kedua dalam kerajaan Islam Champa di Vietnam Tengah (sebelumnya di wilayah Champa India) dan dikenal dengan nama lain di Malaka, Kelantan, Patani sebagai WAN BO. Abdullah Umdatuddin ini sering diartikan sebagai Sultan Mesir dalam sejarah yang berkaitan dengan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Padahal ia adalah Raja Champa. Kemungkinan besar kenapa ia dinamakan Sultan Mesir karena boleh jadi Mesir adalah satu medan dakwah dari Abdullah Umdatuddin. Dari Abdullah Umdatuddin akan banyak menurunkan orang orang yang bergerak dalam bidang politik pemerintahan serta ulama ulama besar.

Antara Sayyyid Abdullah Umdatudin dengan Syarifah Zaenab dan Sayyid Ahmad Rahmatullah atau Sunan Ampel adalah saudara sepupu. Pernikahan antar kerabat dalam keluarga walisongo itu adalah biasa.

Posting Komentar