Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan atas desa Mula dan Malurung sebagai anugerah untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini diterbitkan Kertanagara tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana raja Singhasari.
Prasasti Mula Malurung berupa lempengan-lempengan tembaga yang ditemukan pada tahun 1975 di dekat Kediri, dan kemudian disimpan dalam Musium Nasional, Jakarta.
Naskah prasasti ini telah diterjemahkan dan dianalis oleh Slamet Muljana dan dimuat dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979).
Dari uraiannya, naskah prasasti tersebut diperkirakan terdiri atas sepuluh lempeng, namun lempengan kedua, keempat, dan keenam tidak ditemukan.
Lempengan pertama berisi perintah Kertanagara untuk menerbitkan prasasti sebagai piagam pengesahan anugerah Bhatara Parameswara dan Seminingrat penguasa Jawa.
Lempengan ketiga berisi pengabdian Pranaraja terhadap raja-raja sebelumnya. Kertanagara disebut sebagai putra Seminingrat dan Waning Hyun. Waning Hyun adalah putri Parameswara. Pengganti Parameswara adalah Guningbhaya lalu Tohjaya. Sepeninggal Tohjaya, Seminingrat menyatukan kembali kerajaan Tumapel.
Lempengan kelima berisi kesetiaan Pranaraja terhadap Seminingrat. Juga berisi puji-pujian untuk Seminingrat.
Lempengan ketujuh berisi lanjutan nama-nama raja bawahan yang diangkat Seminingrat, antara lain Kertanagara di Kadiri dan Jayakatwang di Gelang-Gelang.
Lempengan kedelapan berisi ungkapan terima kasih para abdi yang dipimpin Ramapati atas anugerah raja.
Lempengan kesembilan berisi anugerah untuk Pranaraja adalah desa Mula dan Malurung. Disebutkan pula Seminingrat adalah cucu Bhatara Siwa pendiri kerajaan.
Lempengan kesepuluh berisi perintah Seminingrat melalui Ramapati supaya Kertanagara mengesahkan anugerah tersebut untuk Pranaraja.
Pranaraja yang mendapat hadiah desa Mula dan Malurung disebutkan sebagai seorang pegawai kerajaan Kadiri yang setia dan rajin. Ia mengabdi pada tiga raja sebelum Kertanagara yaitu Bhatara Parameswara, Guningbhaya, dan Tohjaya. Adapun Kertanagara saat itu (1255) baru menjadi raja bawahan di Kadiri, belum menjadi raja Singhasari.
Hadiah untuk Pranaraja telah dijanjikan oleh Seminingrat raja Tumapel. Seminingrat lalu memerintahkan putranya, Kertanagara untuk melaksanakannya. Seminingrat di sini merupakan nama lain dari Raja Wisnuwardhana.
Tokoh Pranaraja juga ditemukan dalam Pararaton sebagai pembantu Tohjaya yang mengusulkan supaya Ranggawuni dan Mahisa Campaka dibunuh. Rupanya pengarang Pararaton secara samar-samar mengetahui adanya tokoh bernama Pranaraja yang pernah mengabdi pada Tohjaya. Namun karena tidak mengetahui jasa-jasanya, maka Pranaraja pun dikisahkan sebagai seorang penghasut.
Berdasarkan uraian naskah prasasti Mula Malurung, yang jelas lebih akurat dibandingkan Pararaton ataupun Nagarakretagama, diperoleh fakta-fakta baru antara lain:
- Pendiri Kerajaan Tumapel bernama Bhatara Siwa. Bhatara Siwa adalah nama lain Sang Rajasa alias Ken Arok.
- Kadiri setelah ditaklukkan Tumapel tidak diserahkan pada Jayasabha putra Kertajaya (menurut Nagarakretagama), melainkan diperintah oleh Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa.
- Bhatara Parameswara digantikan adiknya, bernama Guningbhaya.
- Guningbhaya digantikan kakaknya, bernama Tohjaya.
- Tohjaya adalah raja Kadiri, bukan raja Singhasari (menurut Pararaton).
- Sepeninggal Tohjaya, Kadiri disatukan dengan Tumapel oleh Seminingrat (alias Wisnuwardhana).
- Kertanagara putra Seminingrat diangkat sebagai raja bawahan di Kadiri karena ia lahir dari Waning Hyun putri Bhatara Parameswara.
- Jayakatwang menantu Seminingrat diangkat sebagai raja bawahan di Gelanggelang (sekarang adalah daerah di selatan Madiun).
0 komentar:
Posting Komentar