ANDA PERLU BUKU SENI DAN BUDAYA, hubungi 0857-2994-6859 atau http://www.facebook.com/buku.rupa

17 Februari 2011

Jung Nusantara, Kapal Induk di Masa Silam

Para penjelajah laut dari Nusantara diperkirakan sudah menjejakkan kaki mereka di Benua Afrika melalui Madagaskar sejak masa-masa awal tarikh Masehi. Jauh lebih awal daripada bangsa Eropa mengenal Afrika selain Gurun Sahara-nya dan jauh sebelum bangsa Arab dan Zhirazi dengan perahu dhow mereka menemukan kota-kota eksotis di Afrika, seperti Kilwa, Lamu, dan Zanzibar.

Nusantara pada paruh pertama abad XVI, pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut dan tampil sebagai penjelajah samudra. Antara abad ke-5 dan ke-7, kapal-kapal Nusantara mendominasi pelayaran dagang di Asia. Kronik China serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang bangsa Indonesia. Para penjelajah laut dan pengelana samudra inilah yang membentuk apa yang disebut Adrian B Lapian, ahli sejarah maritim pertama Indonesia, sebagai jaringan hubungan masyarakat bahari di Tanah Air.

Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13. Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Pelaut Portugis disebut juncos, pelaut Italia disebut zonchi. Kata “Jung” digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14, mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.

Banyak pendapat menyebutkan, Istilah jung berasal dari kata chuan dari bahasa Mandarin yang berarti perahu. Hanya saja, perubahan pengucapan dari chuan menjadi jung nampaknya terlalu jauh. Yang lebih mendekati adalah “jong’ dalam bahasa Jawa dan beberapa berpendapat dari kata jungkung. Kata jong dapat ditemukan dalam sejumlah prasasti Jawa kuno abad ke 9. Undang-undang laut Melayu yang disusun pada abad ke-15 juga menggunakan kata jung untuk menyebut kapal pengangkut barang sedangkan Jung-jung China lebih banyak melayani angkutan sungai atau pantai ada dugaan teknologi kapal jung dipelajari bangsa China dari pelaut-pelaut Nusantara, bukan sebaliknya.

Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus membuat sejarah pelayaran mereka yang dikatakan fenomenal, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas. Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.

Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit 1645. Bahkan, pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 itu menyebutkan bahwa: “Orang Jawa sangat berpengalaman dalam seni navigasi. Mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini. Walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Tionghoa lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa.”

Tatkala pelaut Portugis mencapai perairan Asia Tenggara pada awal tahun 1500-an mereka menemukan kawasan ini didominasi kapal-kapal Jung Nusantara. Kapal dagang milik orang Nusantara ini menguasai jalur rempah rempah yang sangat vital, antara Maluku, Jawa, dan Malaka. Kota pelabuhan Malaka pada waktu itu praktis menjadi kota orang Nusantara.

Tomé Pires juga memberikan gambaran keadaan masing-masing pelabuhan tersebut (Cortesao, 1967: 170-173). Bantam merupakan pelabuhan besar terletak di tepi sungai. Dari pelabuhan ini perdagangan berlangsung hingga Sumatra dan Kepulauan Maladewa. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain beras dan lada. Pomdam juga merupakan pelabuhan yang baik. Berada pada muara sungai. Kapal besar (junk) dapat berlabuh di sini. Barang dagangan berupa bahan makanan terutama beras dan lada. Cheguide merupakan pelabuhan bagus yang bisa didarati kapal besar. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang ke Jawa dari Pariaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dan tempat-tempat lain. Barang-barang dagangan berupa beras, buah-buahan, lada, dan bahan makanan. Tamgaram juga merupakan pelabuhan dan kota dagang yang bagus. Barang dagangan sebagaimana pelabuhan yang lain. Calapa merupakan bandar yang paling bagus. Pelabuhan ini sangat penting dan terbagus di antara yang lain. Jalinan perdagangannya sangat luas yaitu hingga Sumatra, Palembang, Laue, Tamjompura, Malaca, Makasar, Jawa dan Madura, serta beberapa tempat lain. Chemano merupakan pelabuhan yang cukup ramai meskipun kapal besar tidak dapat berlabuh di sini. Di kota ini sudah banyak warga muslim. Perdagangan yang dijalin dengan Chemano hingga seluruh Nusantara.

Di sana banyak saudagar dan nakhoda kapal Jung yang menetap, dan sekaligus mengendalikan perdagangan internasional. Tukang-tukang kayu dari Nusantara yang terampil membangun galangan kapal di kota pelabuhan terbesar di Asia Tenggara itu. Bukti kepiawaian orang Nusantara dalam bidang perkapalan juga ditemukan pada relief Candi Borobudur yang memvisualkan perahu bercadik – belakangan disebut sebagai “Kapal Borobudur”.

Jung pada abad ke-15 hingga ke-16 tidak hanya digunakan para pelaut Nusantara. Para pelaut Tionghoa juga menggunakan kapal layar jenis ini. Jung memegang peranan penting dalam perdagangan Asia Tenggara masa lampau. Ia menyatukan jalur perdagangan Asia Tengara yang meliputi Campa (ujung selatan Vietnam) , Ayutthaya (Thailand), Aceh, Malaka dan Makassar.

Hanya saja, keadaan itu berbanding terbalik menjelang akhir abad ke-17, ketika perang Jawa tidak bisa lagi membawa hasil bumi dengan jungnya ke pelbagai penjuru dunia. Bahkan, orang Jawa sudah tidak lagi punya galangan kapal. Kantor Maskapai Perdagangan Hindia-Belanda (VOC) di Batavia melaporkan pada 1677 bahwa orang-orang Mataram di Jawa Tengah tidak lagi memiliki kapal-kapal besar.

Para sejarawan menyimpulkan, jung dan tradisi besar maritim Nusantara hancur akibat ekspansi militer-perniagaan Belanda. Serta, sikap represif Sultan Agung dari Mataram terhadap kota kota pesisir utara Jawa. Lebih celaka lagi, raja-raja Mataram pengganti Sultan Agung bersikap anti perniagaan. Apa boleh buat, kejayaan jung Nusantara hanya tinggal kenangan.

Akan tetapi, pada abad XVIII masyarakat Nusantara dengan budaya maritimnya yang kental itu mengalami kemunduran. Monopoli perdagangan dan pelayaran yang diberlakukan pemerintahan kolonial Belanda, walau tidak mematikan, sangat membatasi ruang gerak kapal-kapal pelaut Indonesia.
  • Konstruksi kapal jung
Konstruksi perahu bercadik sangat unik. Lambung perahu dibentuk sebagai menyambungkan papan-papan pada lunas kapal. Kemudian disambungkan pada pasak kayu tanpa menggunakan kerangka, baut, atau paku besi. Ujung haluan dan buritan kapal berbentuk lancip. Kapal ini dilengkapi dengan dua batang kemudi menyerupai dayung, serta layar berbentuk segi empat. Kapal Jawa jelas berbeda dengan kapal Tiongkok yang lambungnya dikencangkan dengan bilah-bilah kayu dan paku besi. Selain itu kapal Tiongkok memiliki kemudi tunggal yang dipasang pada palang rusuk buritan.

Gambaran tentang jung Nusantara secara spesifik dilaporkan Alfonso de Albuquerque, komandan armada Portugis yang menduduki Malaka pada 1511. Orang Portugis mengenali Nusantara sebagai asal usul jung-jung terbesar. Kapal jenis ini digunakan angkatan laut kerajaan Jawa (Demak) untuk menyerang armada Portugis.

Pelaut Portugis Tom Pires dalam Summa Orientel (1515) mengatakan bahwa “Anunciada (kapal Portugis yang terbesar yang berada di Malaka pada tahun 1511) sama sekali tidak menyerupai sebuah kapal bila disandingkan dengan Jung Nusantara.



” Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal kapal Portugis. Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisak dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.

Lihatlah betapa hebatnya Bangsa Indonesia ini. Sekarang banyak media yang hanya memperlihatkan kejelekan-kejelekan negara kita. Mungkin terkadang kejelekan itu datang dari diri bangsa kita juga. Tetapi di samping itu kita juga harus melihat kehebatan bangsa kita sehingga kita dapat berpikir positif dan mampu melangkah ke depan untuk bangsa yang lebih baik. Seharusnya pemerintah lebih banyak mempublikasikan hal-hal seperti ini terutama sejarah tentang kehebatan dan kejayaan bangsa sehingga akan membuat generasi muda kita bangga menjadi warga negara indonesia. Ayo kita jadikan Indonesia menjadi lebih baik….. ^^
Sumber : www.wacananusantara.org

0 komentar:

Posting Komentar